Indonesia patut dinyatakan sebagai negeri darurat korupsi. Mantan
ketua PBNU, Hasyim Muzadi mengatakan, persoalan kejahatan korupsi sudah
merata di Indonesia. Menurutnya, di Indonesia yang sulit bukanlah
mencari koruptor tapi mencari orang yang tidak korupsi. Namun, saat
koruptornya ketemu, yang sulit juga pembuktiannya.
Indonesia adalah surganya para koruptor. Korupsi berlangsung secara
massif dan sistemik, mulai dari level RT/RW sampai pejabat negara, dari
suap menyuap surat pengantar sampai proyek bernilai triliunan rupiah,
bahkan pengadaan kitab suci Al Quran dikorupsi.
Ibarat kanker kronis, penyakit korupsi membuat negeri ini terpuruk di
segala sektor, mulai dari kualitas pendidikan rendah, rusaknya
fasilitas infrastruktur dan paling parah lembaga penegak hukum juga
tersandung kasus korupsi. Wajar bila para koruptor mendapatkan perlakuan
istimewa dari hukuman yang ringan, remisi tahunan sampai bisa lolos
dari jeratan hukum.
Fakta menunjukkan antara lain, sejak Oktober 2004, Presiden SBY telah
mengeluarkan 176 izin pemeriksaan terhadap para pejabat negara.
Rinciannya, 74,43 persen terkait kasus korupsi, 5,11 persen merugikan
negara. (vivanews.com).
Bukan hanya birokrat, legislatif dan kader partai juga banyak terlibat kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW)
merilis data tren korupsi di Indonesia sepanjang semester I tahun 2012.
Hasilnya, terdapat 44 kader partai politik yang terjerat kasus korupsi
sepanjang Januari hingga Juni 2012. Sebanyak 21 orang berasal dari
kalangan atau mantan anggota dewan, baik di pusat maupun di daerah.
Kemudian 21 orang dari kepala daerah atau mantan serta dua orang
pengurus partai. (republika.co.id)
Tingkat korupsi yang begitu luas dan massif menobatkan Indonesia
terpuruk sebagai negara gagal. Sebagaimana dilansir berbagai media,
Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 178 negara dalam Index Negara
Gagal (Failed State Index -FSI) tahun 2012, dengan salah satu indikator dan sub indikatornya persepsi korupsi.
Solusi Sistemik
Fakta menunjukkan bahwa korupsi lahir dari mekanisme sistem bernegara
yang opurtunistik. Selain lemahnya keimanan individual, sistem yang ada
memberikan peluang besar bagi aparat untuk melakukan korupsi. Komitmen
pengawasan yang masih lemah, sanksi yang sama sekali tidak menakutkan
bagi koruptor, sampai ’’mahalnya’’ ongkos yang harus dikeluarkan untuk
menjadi seorang aparatur negara/pemerintahan.
Untuk itulah, perombakan sistem adalah langkah yang tidak bisa
ditunda-tunda lagi dalam penanganan tindak pidana korupsi. Saatnya
menerapkan sistem yang baik, yaitu sistem yang bersumber dari Dzat yang
Maha Baik, yaitu Allah SWT. Itulah sistem syariah, yang digunakan untuk
mengurus dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hanya dengan
itulah, kehidupan mereka akan dipenuhi berkah dari langit dan bumi
Secara preventif paling tidak terdapat beberapa langkah untuk
mencegah korupsi menurut Syariah Islam, yaitu, rekrutmen SDM aparat
negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan
koneksitas atau nepotisme. Negara juga wajib melakukan pembinaan kepada
seluruh aparat dan pegawainya. Selain itu, negara wajib memberikan
gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya serta melarang menerima
suap dan hadiah bagi para aparat negara.
Islam juga memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat
negara. Khalifah Umar bin Khatthab pernah membuat kebijakan, agar
kekayaan para pejabatnya dihitung, sebelum dan setelah menjabat. Jika
ada selisih positif, setelah dikurangi gaji selama masa jabatannya, maka
beliau tidak segan-segan untuk merampasnya. Beliau juga mengangkat
pengawas khusus, yaitu Muhammad bin Maslamah, yang bertugas mengawasi
kekayaan para pejabat.
Pada zamannya, beliau juga melarang para pejabat berbisnis, agar
tidak ada konflik kepentingan. Dak tak kalah pentingnya adalah teladan
dari pimpinan serta pengawasan oleh negara dan masyarakat.
Kalau memang korupsi telah terjadi, Syariah Islam mengatasinya dengan
langkah kuratif dan tindakan represif yang tegas, yakni memberikan
hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir,
yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya
mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran, sampai yang
paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan
dengan berat ringannya kejahatan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Disinilah pentingnya kami tak pernah berhenti menyerukan penerapan
syariat Islam guna menyelesaikan segenap problem yang dihadapi negeri
ini, termasuk dalam pemberantasan korupsi. Wallahu ‘alam
SUmber : http://bisnismanajemen.co.id/2012/11/negeri-darurat-korupsi/#
0 komentar:
Posting Komentar