Rabu, 27 Maret 2013

Malaikat kecil

Created : Bima arsa
Genre : Sedih


Hiduplah 2 orang wanita yang kehidupannya tidak seberuntung orang lain, mereka berdua tinggal di dalam gubuk yang kusam, gubuk reot yang melindungi dari dinginnya malam, bahkan kandang kambingpun lebih bagus dari pada gubuk mereka, mereka tidak bisa berbuat banyak, makan sehari satu kali dalam sehari sudah sangat beruntung, baju dekil dan buluk mereka kenakan sehari hari, walaupun hidup mereka tidak seindah orang lain, mereka tetap berusaha tersenyum menhadapi pahitnya dunia ini.
"Ka aku lapar :(" ujar Ochi kelaparan sambil memegang perut nya yang kecil.
"Tahan ya de, kamu bawa tidur saja, nanti dalam mimpi kamu makan, mungkin bisa membuatmu kenyang." jawab Jeje sambil menangis melihat adiknya yang kelaparan, padahal Jeje juga merasakan kelaparan, Jeje dan Ochi sudah tidak makan 3 hari, badan mereka kurus kering, tampak tulang tulang terlihat dari badan Ochi kecil, Ochi menuruti perintah Jeje, dengan perut kelaparan di terpa angin malam yang dingin dia berusaha menutup matanya.
Jeje mulai meneteskan air matanya, dengan perlahan lahan dia mengusap usap rambut Ochi yang tidur di pangkuannya, setelah 1 jam lebih dia juga tertidur dengan perut kelaparan, malam yang dingin dan tidak bersahabat itu akhirnya berlalu, pagi yang cerahpun datang, suara ayam berkokok dengan merdu menyambut dengan ramah.
"Chi bangun, ayo kita cari kardus lagi." ucap Jeje lembut membangunkan Ochi, dengan mata yang sayup sayup Ochi bangun dari tidurnya.
"Ka kita mau kemana?" tanya Ochi kecil kurus kering kepada Jeje.
"Ke tempat pembuangan sampah de." jawab Jeje dengan senyumannya yang khas.
Karung putih dan keranjang bambu rusak, jalanlah adik kaka itu menuju ke TPU, dengan perlahan, kaki leyot mereka menyelusuri pinggiran kota Jakarta yang panas.
"Ka panas " rintih Ochi yang sudah sampai batasnya.
"Yaudah kita berteduh dahulu de." kata jeje yang langsung menuju emperan rumah makan, Jeje dan Ochi duduk di belakang rumah makan untuk berteduh, memulihkan tenaga mereka.
dari dalam rumah makan datanglah seorang lelaki memakai baju pelayan, dia menhampiri Jeje dan Ochi yang kelelahan.
"Nih makan, kalian pasti belum makan kan " ucap laki laki itu sambil menyodorkan sepiring nasi beserta lauk yang lengkap, dengan malu malu, Jeje menerima pemberian laki laki, karena Jeje dan Ochi kelaparan, mereka makan dengan lahapnya, hati mereka sangat senang karena bisa menyumpal perut keringnya, selagi Jeje dan Ochi asik melahap makanan tadi, laki laki itu pergi, 5 menit berlalu, laki laki itu datang lagi membawa minuman.
"Kalau kalian lapar datanglah ke sini pukul 10 pagi tiap hari ya, kenalin nama kaka Olik" ujar Olik sambil mengelus kepala Ochi yang sedang makan.
"Iya ka, makasih" jawab Jeje tersenyum haru melihat orang sebaik Olik.
Setelah selesai makan mereka melanjutkan perjalanannya, tidak lupa pamitan dulu kepada Olik si pelayan Restauran 48, kaki cemong dan kusam terus menyusuri pinggir jalan kota, selang 30 menit mereka sampai di tempat pembuangan sampah.
bau busuk sisa sisa makanan dan sampah sampah basah lainnya bersatu menjadi lingkungan tidak sehat, gunung gunung sampah terlihat tersusun rapih berjejer di pandangan mereka, mereka ( Jeje & Ochi ) mempunyai teman baru, sebut saja lalat hijau, dengan beribu tekad di dalam dada Jeje mulai mengais plastik plastik yang berceceran, plastik tersebut di kumpulkan menjadi banyak dan akan di jual ke pengepul untuk makan sehari hari, berjam jam JeChi ( Jeje & Ochi ) mengais plastik, panas, bau, bukanlah rintangan yang berarti bagi mereka, merasa sudah terkumpul banyak, JeChi langsung menuju pengepul yang tidak jauh tempatnya dari pembuangan sampah, selang 10 mereka berjalan akhirnya sampai di pengepul, plastik tadi di berikan kepada Arif bos pengepul di tempat pembuangan sampah itu, hari ini JeChi mendapatkan uang rp.10.000, uang tersebut tampak banyak di mata mereka, Ochi kecil langsung mengkhayal ingin membeli sebuah permen.
"Ka nanti beli permen ya?" pinta Ochi kepada Jeje.
Sebagai seorang kaka yang menyayangi adiknya lebih dari apapun, Jeje menuruti semua keinginannya asalkan dia mampu, hari ini naas bagi JeChi, setelah berjalan 100 meter jauhnya mereka di jambret oleh pencuri, Jeje yang lemah tak bisa berbuat apa apa, jerih payahnya hari ini sia sia, Jeje menatap Ochi yang menangis karena tidak bisa membeli permen, Jeje mencoba memberikan pengertian kepada Ochi kecil berumur 7 tahun, dan berjanji akan membelikannya esok hari, burung pentet yang indah suaranya mengiri JeChi pulang ke rumah, di tengah jalan Ochi kecil menemukan sebuah dompet berwarna merah maron, di dalam dompet tersebut berisi uang 1 juta rupiah, Jeje langsung kebingungan harus melakukan apa, baru saja 5 meter, JeChi di sangka jambret dan langsung di teriaki maling oleh pemilik dompet tersebut, JeChi langsung di aniaya oleh penduduk sekitar hingga babak belur.
"Woy Berenti!!" ucap seorang lelaki, ternyata dia adalah Olik si pelayan restauran 48 sambil membawa seorang lelaki yang sudah hancur wajahnya karena habis di pukuli.
"Mereka bukan Jambret!! yang jambret sebenarnya ini!!" sahut Olik sambil menenteng laki laki yang sudah babak belur.
"Stopp!! bawa laki laki itu ke kantor polisi!!" sela Bpk Rt Bima melerai amukan warga ke JeChi.
wargapun menuruti perintah dar Rtnya, sebagian dari mereka bubar seolah olah tidak bersalah.
"Bawa 2 gadis itu ke RS48!! soal biaya, saya yang tanggung!" sambung pak RT Bima memberikan komando, beberapa orang langsung menggotong JeChi ke dalam mobil warga sekitar.
"Pak terimakasih ya, kalo tidak ada bapak mungkin 2 gadis itu akan mati" ujar Olik dengan nada ramah.
"Iya, tolong kamu temani mereka di rumah sakit, saya ada urusan, kalo ada apa apa telepon saya aja ya nak." jawab pak RT sambil memberikan kartu namanya dan langsung pergi.
Olik bergegas menuju tempat JeChi dengan sepeda motornya, singkat cerita Jeje bisa melewati masa kritisnya, malang bagi Ochi kecil, dia meninggal dunia karena pendarahan di otak.
pagi menjelang, sinar matahari menerpa tubuh Jeje, Jeje pun siuman akibat sinar matahari hangat yang menembus kaca langsung menuju ke wajahnya, Jeje tergulai lemas di ranjang RS48 berwarna putih serta di hiasi selang infus di tangannya.
Jeje langsung duduk di atas tempat tidur sambil menghela nafas secara berulang ulang.
Olik datang membawa bingkisan buah dan terkejut melihat Jeje sudah siuman.
"Ka adik ku Ochi mana?" tanya jeje yang masih lemas.
"Dia lagi tidur di rumah kaka, kamu tenang saja ya." jawab Olik berbohong karena tidak mau membuat Jeje ngedrop.
"Owh syukurlah" ucap Jeje menghela nafas sambil mengusap dadanya.
3 hari lamanya Jeje sudah di rumah sakit, Jeje sudah tidak sabar menemui adiknya yang dia sayang, tidak lama kemudian Jeje datang ke rumah Olik yang tidak begitu besar tapi bagus dan rapih.
"Ka adik ku manah?" tanya Jeje yang tidak sabar ingin memeluk adiknya.
"Jeje kamu harus janji dulu, kamu ga boleh marah." jawab Olik memegang tangan Jeje.
"Iya Jeje janji." ujar Jeje tersenyum.
"Maaf kaka telah berbohong karena, adikmu sudah tiada" ujar Olik menundukan kepalanya.
Jeje tak bisa berkata apa apa, dia terdiam seperti patung, tetesa air mata mulai mengucur dari wajahnya, Jeje langsung pingsan jatuh ke tanah, berjam jam Jeje pingsan, akhirnya dia sadar.
"Kenapa kaka tidak memberitahuku saat di rumah sakit?" tanya Jeje dengan muka murungnya karena mengetahui adik tercintanya meninggal dunia.
"Kaka tidak mau membebani fikiranmu, kaka takut kamu kenapa kenapa pada saat itu" jawab Olik memberikan alasannya.
Jeje dan Olik pergi ke pemakaman di mana jasad Ochi kecil di kuburkan.

<THE END>

5 komentar:

  1. Izin itu dulu ya sob, ane hanya koment ajah belum sempet d baca .. lagi banyak tugas :) maaf ya sob..

    BalasHapus
  2. Kreatif banget gan, sukses ya.. :)

    BalasHapus
  3. menarik juga nih cerpennya. lanjutkan bro. salam blogger!

    BalasHapus
  4. makasih semuanya udah dateng di blog kecil ane !!

    Salam blogger :D

    BalasHapus